Pertama dari kajian etnografi atau yang bersumber dari cerita rakyat sebagai kekayaan folklor/tradisi kolektif masyarakat Jombang, yaitu cerita Kebokicak Karang Kejambon. Alkisah ketika terjadi pengejaran Kebokicak terhadap Surantanu dan Banteng Tracak Kencana yang akan digunakan sebagai tumbal terkait munculnya pageblug/wabah penyakit yang sulit disembuhkan di daerah padepokan Pancuran Cukir, Kebokicak berteduh di bawah pohon raksasa. Setelah melihat langsung pohon raksasa itu akhirnya tempat persinggahan tersebut dinamakan Ringin Contong.
Kedua ditanamnya pohon beringin oleh bupati Jombang pertama Raden Adipati Arya Soeroadiningrat V atau lebih akrab disebut Kanjeng Sepuh pada tanggal 22 Februari 1910, bertepatan dengan peletakan batu pertama pembangunan pendapa kabupaten Jombang. Pada tanggal tersebut Kanjeng Sepuh sekaligus menanam dua pohon beringin sebagai simbol pengayoman. Satu pohon beringin kunthing ditanam di depan pendapa, sedangkan satunya ditanam tepat di lokasi Ringin Contong sekarang.
Ketiga ditetapkannya Ringin Contong sebagai acuan titik nol jarak antar wilayah di kabupaten Jombang maupun antar kota dengan pusat kota santri ini. Keputusan ini barangkali sejalan dengan penetapan batas-batas kota Jombang oleh pemerintah Hindia Belanda yang pada saat itu berkedudukan sebagai ibukota Afdeeling Jombang yang terletak di Karesidenan Surabaya. Penetapan ini tepatnya terjadi pada 20 September 1877 yang dimuat dalam lembaran negara no. 172 (Staatblad van Nederlandsch-Indie Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 20 September 1887 no.2/c).
Keempat dibangunnya menara air pada tahun 1929 oleh pemerintah Hindia Belanda. Meskipun bangunan ini bukan ringin contong yang dimaksud, tetapi sebagian besar warga Jombang menganggap menara air tersebut bagian tak terpisahkan dari situs Ringin Contong. Posisi Ringin Contong di Titik Nol memang memiliki arti yang sangat berharga sebagai episentrum kota Jombang. Karena nol identik dengan kosong, sedangkan dalam kekosongan ada kesadaran akan Yang Maha Satu. Artinya di titik nol itulah sebenarnya sumber kekuatan sebagaimana roda berjeruji yang titik tumpunya pada titik sumbu/as yang berada di tengah roda. Ringin Contong kita analogikan sebagai sumbu sebuah roda wilayah bernama Kabupaten Jombang.
Pembanding acuan titik nol di kota lainnya
Sebagai bahan pembanding adalah Tugu Khatulistiwa di Pontianak yang merupakan penanda garis equator di permukaan bumi, tempat dimana matahari berada pada satu garis lurus di atas bumi, sehingga tidak ada bayangan yang muncul akibat sinar matahari yang menerpa benda-benda. Tugu Khatulistiwa sama-sama berada pada titik nol, cuma yang membedakan adalah kedudukan dan fungsi masing-masing. Ringin Contong dalam skala mikro sebagai titik awal yang menghubungkan jarak antarwilayah. Sedangkan Tugu Khatulistiwa adalah titik nol sebuah makrokosmos bernama bumi yang kita pijak.Terlepas dari interpretasi masing-masing orang maupun elemen masyarakat di kabupaten Jombang terkait arti penting sebuah lokasi dan cagar budaya bernama Ringin Contong, alangkah indahnya jika warga masyarakat khususnya di kota santri ini turut uri-uri atau melestarikan ikon kota Jombang. Sehingga Jombang pantas disandingkan dengan kota-kota dengan identitas khas yang dimiliki. Biarlah Jakarta punya Monas, Surabaya memiliki Tugu Pahlawan, Pontianak tempat Tugu Khatulistiwa, dan Jombang bangga dengan Ringin Contongnya.
sumber : klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar